Sunday, 12 March 2023

Sistem Pemilu Legeslatif 2024: Proposional Terbuka Atau Tertutup ?

Banyuwangi,www.teropongtimur.co.id.

Oleh Fransiscus Manurung 

Dalam sejarah pemilu di Indonesia, sistem pemilu legislatif  menjadi proporsional terbuka  dilaksanakan pertama kali pada Pemilu 2009, beradasarkan UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.  Sebelumnya, - sejak masa orde baru hingga pemilu 2004 -  pemilu legislatif di Indonesia menggunakan sistem proporsional tertutup. 

Perubahan sistem pemilu dari proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka ditetapkan melalui UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Hal mana diatur pada pasal 5 ayat (1) yang menetapkan bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD prov, kab dan kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. 

Pemilu  serentak  2024 - yang jadwal dan tahapannya saat ini sedang berproses -  dilaksanakan berdasarkan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), yang juga  menganut sistem proporsional terbuka. Sistem tersebut tampak  pada pasal 168 ayat (2) yang menetapkan bahwa : 

"Pemilu untuk memilih  anggota DPR, DPRD  Provinsi dan DPRD kab/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka". 

Secara sederhana, pengertian   sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih secara langsung  memilih   wakil-wakilnya di legislatif,  sebagaimana kita lakukan sejak Pemilu 2009.  Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politik peserta pemilu saja, sebagamana dalam pemilu 2004 dan sebelumnya. 

Uji Materiil Proporsional Terbuka 

Saat ini,  sistem proporsional terbuka  dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum  tengah  diuji secara materiil di  Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara konstitusi Nomor 114/PUU-XX/2022.  Perkara konstitusi tersebut diajukan  untuk menguji pasal 168 ayat (2), karena - menurut Pemohon - pasal 168 ayat (2)  bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam perkara tsb,  pemohon  menuntut  agar Mahkamah Konstitusi  memutuskan  bahwa frasa “terbuka”  dan "proporsional" pada pasal 168 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,  bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, sepanjang  frasa "proporsional" tidak dimaknai sistem proporsional tertutup. 

Artinya, Pemohon menginginkan agar  pemilu legislatif 2024  kembali pada sistem proporsional tertutup. 

Rabu (08/03), Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Prof.Yusril Ihza Mahendra tampil sebagai Pihak Terkait di sidang Mahkamah Konstitusi memberikan keterangan berkaitan dengan perkara  uji materiil terhadap sistem proporsional terbuka. 

Dalam keterangannya, prof Yusril mendukung pemberlakukan sistem proporsional tertutup dengan alasan a.l bahwa sistem proporsional terbuka saat ini bukan hanya menurunkan kualitas wakil rakyat tetapi juga kualitas partai politik. Selain itu, menurut prof Yusril,  pasal 168 ayat (2)  bertentangan dengan UUD 1945. 

Artinya, baik Pemohon maupun Pihak Terkait Partai Bulan Bintang, sama-sama menginginkan agar sistem pemilu legislatif 2024 dikembalikan pada  sistem proporsional tertutup. 

Kedaulatan Rakyat 

UUD 1945 tidak menentukan sistem apa yang akan digunakan dalam pemilu. Sebab, penentuan sistem pemilu, baik terbuka atau pun tertutup, merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi kewenangan pembuat undang-undang dan ditetapkan oleh  partai-partai politik yang memiliki wakil di legislatif berdasarkan kesepakatan ketika proses pembahasan di DPR (legislative review). 

Namun, pilihan untuk memilih sistem proporsional terbuka dapat dipandang lebih rasional ketimbang sistem proporsional tertutup  dan lebih selaras dengan prinsip kedaulatan rakyat dalam UUD 1945. 

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat sehingga dalam  berbagai kegiatan pemilu, baik pemilu presiden, legislatif dan bahkan pemilu kepala daerah, semestinya  rakyatlah yang langsung memilih siapa yang dikehendakinya.  Besarnya suara pilihan rakyat menunjukkan tingginya legitimasi politik  yang diperoleh oleh calon legislatif maupun eksekutif. Sebaliknya, rendahnya perolehan suara menunjukkan rendahnya legitimasi politik calon yang bersangkutan. 

Dalam negara demokrasi, prinsip kedaulatan rakyat merupakan prinsip konstitusi yang sangat mendasar, dimana rakyatlah  yang berdaulat. Rakyatlah yang langsung memilih dan  menentukan siapa yg dikehendakinya. Meskipun harus diakui bahwa rekruitmen pimpinan politik  diperankan oleh  partai politik sebagai peserta pemilu, namun harus ada batas yang jelas bahwa partai politik tidak boleh sampai melanggar prinsip kedaulatan rakyat, yang merupakan prinsip konstitusi yang sangat mendasar dan tidak dapat dikesampingkan. 

Pasal 22 E UUD 1945 mengamanatkan agar penyelenggaraan pemilu yang lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya atas  prinsip demokrasi, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil harus menjadi landasan utama untuk dikembangkan dan diimplementasikan oleh undang- undang mengenai pemilu. Sehingga,  rakyat sebagai subyek utama dalam prinsip kedaulatan rakyat, tidak hanya ditempatkan sebagai obyek oleh partai politik peserta pemilu dalam  mencapai kemenangan semata. 

Adanya keinginan rakyat untuk memilih dan menentukan wakil-wakilnya,  sesuai dengan kehendak dan keinginannya,  dapat terwujud manakala sistem pemilu dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.  Dengan sistem ini, rakyat dapat secara bebas memilih dan menentukan calon legislatif dengan harapan agar wakil yang terpilih tidak hanya mementingkan kepentingan partai politik, tetapi juga mampu membawa aspirasi rakyat pemilih. 

Dengan diberikan hak kepada rakyat secara langsung untuk memilih dan menentukan pilihannya terhadap anggota legislatif, di samping memberikan kemudahan bagi pemilih untuk menentukan pilihan sesuai keinginannya, juga lebih adil, baik bagi pemilih maupun bagi calon anggota legislatif tersebut,  karena kemenangan seorang calon untuk terpilih tidak lagi digantungkan pada partai politik peserta pemilu, tetapi sampai sejauh mana besarnya dukungan yang diberikan rakyat kepada calon tersebut. 

Prediksi 

Perkara konstitusi No.114/PUU-XX/2022 merupakan uji materiil terhadap sistem proporsional terbuka, dimana pemohon menuntut agar sistem proporsional terbuka dalam pasal 168 ayat (2) UU Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Meskipun  perkaranya belum diputus karena proses pengujian sementara berlangsung,  namun putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara  uji materiil pasal 168 ayat (2)  sangat dinantikan banyak kalangan, karena putusan mahkamah tsb akan mempengaruhi  sistem yang akan diterapkan pada pemilu serentak 2024  :  proporsional terbuka atau tertutup. 

Berdasarkan argumentasi kedaulatan rakyat pasal 1 ayat (2) UUD 1945  yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu pasal 22 E UUD 1945, dan  kewenangan menentukan sistem pemilu merupakan open legal policy pembuat undang-undang, maka  sangat diyakini bahwa penyelenggaraan pemilu legislatif  serentak 2024 akan dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, bukan dengan sistem proporsional tertutup seperti yang diinginkan Pemohon. 

Sabtu malam 11.03.2023

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home